02 Juni 2011, sekitar pukul 08.35 waktu Seoul kami melangkah keluar dari pesawat. Lumayan dingin. Di pesawat memang sudah diinfokan bahwa suhu di Seoul 14 derajat Celcius. Aku bersorak dalam hati. Korea! Here I am!. Finally, satu mimpi telah terwujud. 

Untuk keluar dari “zona aman” memanglah tidak mudah. Keterbatasan waktu, terutama dana menjadi penyebab utama bagi kita, terutama aku yang masuk dalam golongan berpenghasilan menengah ke bawah hihihi. Selain itu “ketakutan-ketakutan” akan hal baru yang nantinya akan ditemui di tempat baru. Keterbatasan bahasa, dan mungkin juga aku dan dua orang teman yang berjilbab. Kami takut nantinya di sana tidak diterima baik, didiskriminasi dan bayangan-bayangan horor lainnya. Berandai-andai gimana nantinya tidak ada yang mau terima kami menginap di hostel, ya kami tidak akan menginap di hotel. Hostel tempat para backpacker menginap, disanalah kami akan bermalam.  Aai (Aisyah) dan Ipat (Fatimah) memang sudah beberapa kali keluar negeri, tetapi memakai jasa travel. Untuk perjalanan sekarang aku racuni kita pergi sendiri tanpa travel hihihi.



Sudah menjadi persyaratan mutlak, kalau mau keluar dari zona NKRI, musti harus punya yang namanya paspor. Karena seumur hidup baru pertama kalinya berencana mau melangkahkan kaki keluar batas teritorial, tentunya aku belum punya yang namanya paspor. So, harus mengurus paspor dulu. Sewaktu mau menyiapkan persyaratan pengurusan paspor, alamak! KTPnya juga udah mau expired. Manyun hehehe. Tetapi kalau nggak ngurus paspor pun pastinya KTP harus tetap diperpanjang. Belum sanggup jadi penduduk tidak ber-KTP hihihi, kena razia diusir ke bulan kan repot. 

Sekitar pertengahan Februari 2011, mengurus KTP baru dan KK, karena KTP sebelumnya masih numpang alamat hahaha. Selain aku harus mengurus KTP dan KK, ternyata akte kelahiran pun entah berada dimana. Jadinya minta tolong kakak yang di Padang untuk pengurusan KK. Udah umur segini baru ngurus KK? Hahaha urus lagi oiii! Persiapan untuk KTP, KK & akte kelahiran memakan waktu sampai dengan awal Maret 2011. Setelah KTP dan KK selesai, mulai menyiapkan syarat-syarat pengurusan paspor :
  • KTP asli & photocopy
  • KK asli & photocopy
  • Akte kelahiran asli dan photocopy atau Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah
  • Akte Nikah (bagi yang sudah menikah, yang belum nggak harus menikah hihihi ya iyalahhhh) – jadi persyaratan ini aku nggak siapin :D
  • Surat ganti nama (jika direncanakan akan dilakukan perubahan atau pergantian nama) – namaku sudah keren, jadi nggak berniat :D
  • Surat rekomendasi tertulis dari atasan atau pimpinan bagi yang bekerja sebagai PNS, karyawan BUMN, TNI/Polri atau karyawan swasta.
  • Melakukan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuannya sekitar Rp 270.000. Rinciannya Biaya buku paspor isi 48 lembar Rp 200.000, biaya foto elektronik Rp 55.000 dan biaya sidik jari elektronik Rp 15.000. Untuk formulir gratissss.
  • Paspor Asli, yang masih berlaku minimal 6 bulan
  • Pas Photo 4 x 6 1 lembar, latar putih
  • Aplikasi visa, bisa didownload di sini
  • Surat referensi bank
  • Rekening Koran 6 bulan terakhir
  • Surat sponsor dari kantor + surat keterangan kerja (bagi yang masih di bawah lindungan orang tua surat keterangan dari ortu)
  • Potocopy KK, akte kelahiran, KTP, dan NPWP (bagi yang punya NPWP tentunya)
  • Photocopy bukti booking tiket pp, atau kalau sudah punya tiket, photocopy tiketnya. 
  • Single Visa(Di bawah 90 hari) : USD 30   
  • Single Visa(Di atas 90 hari) : USD 50      
  • Multiple Visa : USD 80-an
  • Itinerary yang aku buat berdasarkan info dari buku “3 Juta Keliling Korea Dalam 9 hari” dan info-info di internet (sangat gampang mencarinya karena di Korea sendiri sedang gencar-gencarnya Visit Korea Year 2010 – 2012. Salah satunya di sini)
  • peta subway
  • buku “3 Juta Keliling Korea Dalam 9 Hari”
  • sedikit kemampuan berbahasa Korea dari Aisyah :)
  • kamus bahasa Korea (yang akhirnya jarang dipakai hihihi)
  • dan tentu saja berbekal doa perjalanannya dilancarkan.
  • pakai duit juga hahaha (ntar adayang  iseng lagi. Hah? Nggak modal duit? Hahaha)
Setelah semua persyaratan lengkap kemudian aku serahkan ke calo. What? Calo? Ini pilihan saja sodara-sodara, tetapi kalau punya waktu lebih lebih baik diurus sendiri ke imigrasi, karena tentu biayanya akan lebih murah. Maksimal setelah penyerahan berkas, photo & sidik jari, pengambilan paspor sekitar 4 hari atau 7 hari berikutnya. Bukan berarti aku sok sibuk juga. Karena pertimbangan waktu dan transport bolak balik hampir sama, ya akhirnya dengan berat hati menyerahkan semua berkas-berkas itu ke calo. Ingat jangan ditiru! Tetap sih harus datang ke kantor imigrasi untuk photo dan sidik jari, tetapi nggak harus dari subuh sampai sore seperti pengalaman seorang kenalan baru saat antri photo & sidik jari. 

Kesan pertama menginjak kantor imigrasi, sempat mikir apa salah masuk. Ini pasar atau kantor ya? Hahaha maksudnya rameeenyaaa itu lho. Gila orang-orang Indonesia pada kaya-kaya ya hahaha. Abisnya kanan kiri yang ditanya pada mau jalan-jalan ketika aku tanya alasan mengurus baru atau perpanjang paspornya. Oke baiklah ^_^

Akhir Maret 2011, paspor sudah jadi. Saatnya mengurus visa, karena untuk menyambangi negeri ginseng tersebut kudu pakai visa. Mulai deh mengumpulkan informasi persyaratan visa ke Korea. Syarat-syaratnya sebagai berikut :

Sekali lagi, kali ini aku juga tidak mengurus visa langsung ke kedutaan Korea, karena 2 orang temanku domisilinya bukan di Jakarta (aku berangkat dengan Aisyah dan Fatimah, adiknya. Aisyah teman kuliahku). Sekedar informasi biaya pengurusan langsung ke kedutaan adalah :

Ada beberapa travel yang aku kumpulkan infonya tentang persayaratan dan biaya pengurusan visa ke Korea. Ada dua travel besar yang sempat bikin hati gondok. Mereka bilang syarat utama untuk ke Korea itu harus punya saldo di tabungan minimal 50 juta. Helo!!! Lu kata enam hari doang di Korea buat apa 50 juta! Lebayyy!!! Masak gue musti jadi orang kaya dulu baru bisa jalan-jalan. Apa musti ngerampok bank? Benar-benar nggak informatif nih travel.

“Soalnya ya Mbak, ada beberapa klien kami ditolak visanya karena saldonya kurang 50 juta”

Hahaha, bilang aja lu males ngurusin visa gue ama teman-teman gue. Secara kami hanya bertiga, bukan rombongan.Ufff  tenang…tenang… :)

Akhirnya aku mencari informasi ke travel yang ada di daerah Jakarta Selatan juga, ya tapi nggak segede-gede gaban yang dua sebelumnya hihihi, masih emosi. Pertanyaan pertama yang aku ajukan tentunya masalah 50 juta itu.

 “Mas, emang bener ya kalau ke Korea syaratnya yang utama harus punya uang di bank minimal 50 juta?”

“Ahhh nggak kok Mbak, 15 juta sampai dengan 20 juta saja sudah cukup. Apalagi kalau mbak sudah punya tiket pp. Yang penting itu uang di tabungan cukup untuk membiayai hidup selama di sana.” Membiayai hidup lho ya, bukan belanja-belanja hahaha.

 Jadi sebenarnya saldo uang di bank untuk pengajuan visa ke Korea tidak ada jumlah pasti, tetapi formulanya cukup untuk biaya tiket, biaya hidup selema di Korea, uang saku/belanja. Uang tersebut harus ada di tabungan paling tidak selama 3 bulan sebelum memasukan aplikasi visa ke kedutaan (Sumber twitter @ClaudiaKaunang). Tetapi sekedar info, kita uangnya tidak selama 3 bulan juga ada di rekening sewaktu mengajukan visa :). Namun akan lebih baik memenuhi syarat paling tidak tiga bulan uangnya ada di rekening tabungan yang jumlahnya sesuai formula. 

“Kalau paspornya masih kosong?”

“Asal persayaratan terpenuhi bisa-bisa aja lagi Mbak.”

Cukup membuat hati adem mendengar jawabannya.

“Tapi tetap lho ya Mbak, yang menentukan bisa atau tidak pihak kedutaan, bukan kami. Tapi sejauh ini klien kami lolos-lolos saja ke sana.”

Yes! Ya iyalah pastinya wewenang kedutaan tapi paling tidak sudah memberikan angin segar. Tidak harus dengan 50 JUTA baru tuh si visa lancar urusannya. Akhirnya aku baru menanyakan informasi syarat-syaratnya serta biaya yang harus dibayarkan, secara biaya sih memang lebih mahal karena dia mengurusnya janji maksimal 5 hari kerja. Sedangkan 2 travel gede itu 8 hari kerja. Tapi beda-beda tipislah. Kami memang butuh yang pengurusan visanya lebih cepat, biar deg-degannya nggak lama. Karena tiketnya sudah di tangan hahaha.

Rencana awal berangkat bulan September 2011, tetapi karena sesuatu dan lain hal akhirnya kita sepakat dimajukan awal Juni 2011. Jadilah semuanya dimajukan, pencarian tiket dan pengurusan visa. Aku sendiri sudah memantau harga tiket sejak awal Maret 2011. Aku dan teman-temanku memutuskan untuk naik bukan pesawat low budget untuk penerbangan pertama ke negara orang (pertama buatku, bukan dua orang temanku hahaha). Untuk penerbangan memang pilihan, secara kami belumlah backpacker sejati :). Kami pun masih geret-geret koper bukan ransel. Istilahnya sih flash backpacker. Tetapi apa pun istilahnya nikmati saja perjalanannya :). Untuk pilihan pesawat ke Korea lumayan banyak pilihan pesawat yang low budget. Dan sepertinya akan menjadi pilihan untuk perjalanan-perjalanan berikutnya. Mari menabung dan mari travelling! Amiin.

Untuk tiket pesawat yang kami pilih pun sebenarnya juga lagi ada promo, makanya sempat dilema memutuskan apakah membeli tiket pesawat setelah visa lolos atau ambil yang promo. Dan jelasss kami memutuskan mengambil resiko untuk membeli tiket terlebih dahulu hahaha. Mumpung ada promo. Aku membeli tiket tanggal 17 April 2011, sementara berkas persyaratan visa aku kirim tanggal 26 April 2011. Deg-degan juga sih. Gimana nasib tiket yang promo ini kalau visa gagal. Tetapi optimis ahhh. Prosesnya sendiri baru jalan dua hari setelah itu karena menunggu berkas temanku ada yang kurang. Dan! Sekitar tanggal 6 Mei 2011, ditelpon sama pihak travel.

“Selamat ya Mbak, visanya sudah keluar. Jadi juga nih pergi.”

Alhamdulillah. Akhirnya. Satu persatu berjalan dengan lancar. Akhirnya tanggal 1 Juni 2011, kami terbang ke Korea. Yang menjadi modal kami ke sana adalah:

Kami memang sepakat pergi ala-ala backpacker, tetapi seperti yang aku bilang, mungkin masih semi bacakpacker. Jadi semua persiapan dari awal kami diskusikan dan urus sendiri. Karena jarak kami komunikasi via telpon, sms atau email. Selain alasan mahal kalau ikut rombongan travel, ingin mencari pengalaman itu alasan utama kenapa kami memilih jalan-jalan metode backpacker *semi ^_^* (gaya deh, bilang aja duitnya pas-pasan hahaha).

Sebelum berangkat, aku membuat chek list barang-barang yang harus dibawa, agar tidak ada yang terlupa. Satu hal yang lupa aku masukan dalam list adalah peralatan makan hahaha. Bukan kompor dan rekan-rekannya juga. Sendok, gelas plastik yang multifungsi (buat minum dan masak mie instant hahaha) karena negara yang dikunjungi jarang makanan halalnya :). Untung kemaren itu Aisyah bawa lebih hahaha. 

Untuk menukar mata uang, aku lebih memilih menukarnya di Indonesia, lebih gampang dan nggak ribet. Masak nanti jalan-jalannya malah nyariin money changer :). Kalaupun di bandara ada, kursnya kurang bersahabat :D.

Selain itu aku juga rajin memantau kondisi cuaca di sana, seminggu sebelum berangkat, biar nggak salah kostum dan untuk persiapan kondisi badan juga. Dan untuk penginapan, kami memilih untuk booking online hanya pada hari pertama. Jadi kami booking untuk hari pertama di Seoul dan di Busan. Sehingga kami tidak perlu mencari-cari hostel/guesthouse pada saat sampai di Seoul atau pun Busan nantinya. Untuk menghemat waktu dan berjaga-jaga kalau hostel pada penuh. 

Kami memilih Kimchi Hong Guesthouse (tapi sayangnya sudah tutup :( padahal lumayan bersih dan strategis) untuk hari pertama di Seoul dan Marubee Guesthouse di Busan. Kami booking via HostelBookers.com. Hanya perlu membayar uang muka 10% dari harga kamarnya.

Semua persiapan done!

So, let go to Korea!

Dee


Sumber photo : Google
Kenapa harus ke Korea? Yup, untuk perjalanan pertama kalinya keluar dari "zona aman" aku memang memilih Korea untuk dikunjungi. Zona aman alias keluar dari batas teritorial NKRI. Awalnya Korea hanya termasuk dalam daftar negara yang ingin aku kunjungi. Sama halnya dengan beberapa tempat di negara tercinta ini yang mau aku kunjungi dan beberapa negara lainnya, yang masih ada dalam khayalan tingkat tinggi. Tidak ada rencana-rencana pasti akan mengunjunginya dalam waktu dekat. Karena banyak pertimbangan, diantaranya biaya dan keraguan untuk pergi sendiri ke sana. Biaya, karena sudah menjadi rahasia umum Korea merupakan salah satu negara mahal untuk tujuan wisata. Jadi harus berfikir sekian kali untuk pergi ke sana. Terus mencari teman perjalanan ke sana juga tidak mudah, kalau harus pergi via travel aku harus berfikir panjang, kecuali dibayarin kantor sih nggak masalah hahaha...

   
    

Masak… masak sendiri 

Makan… makan sendiri
Cuci baju sendiri, Tidurku sendiri 


Demikian kurang lebih lirik lagu dari Caca Handika, Angka Satu. Ketika Riu memberi tema One Man Show yang artinya orang yang suka mengerjakan semua sendiri, langsung kepikiran lagu ini. Gila tuh lagu galau banget deh hahaha.

One man show. One = satu, man = laki-laki, show = pertunjukan. Jadi kurang lebih artinya laki-laki yang mengadakan pertunjukan sendiri dong. Kyaaa apa coba maksudnya. Setelah googling pengertiannya beragam. Ada yang gaya kepemimpinan one man show. Ada lagi orang yang bertingkah one man show dalam satu tim . Yang artinya merasa dia penting di dalam tim tersebut. Kalau aku mengambil kesimpulan one man show, orang yang suka show sendiri. Jadi mulai peralatan make up, mendirikan panggung, sampai membongkar panggung lagi dia yang urus sendiri hahaha. Becanda denk.

Ibu. Siapa itu Ibu? Orang yang melahirkan kita? Orang yang membesarkan kita? Bagaimana kalau dia hanya melahirkan dan tidak pernah membesarkan kita? Atau tidak pernah melahirkan, tetapi membesarkan kita. Jika ditanya tentang ibu, yang ada di dalam memori otakku beragam. Bisa jadi hanya bayangan, tetapi juga ada yang nyata tetapi kadangkala semu. Kenapa semu Dee? Lu nggak dipungut dari tong sampah kan? Atau dipungut dari panti asuhan? Dari tong sampah jelas nggak, dipungut dari panti asuhan salah besar. Terus?
                               
Aku punya dua ibu. Nanti aku akan menyebutnya ibu pertama dan kedua, karena kalau ibu kandung dan ibu tiri kesannya kok ya nggak sreg gitu. Ibu pertama adalah ibu yang melahirkan aku tetapi tidak pernah membesarkan aku. Dee, ibu lu membuang lu ya? Atau ibu lu menjual lu? Ahhh ambil tipe ex, salah! Jangan drama dan lebay deh hahaha.

Ibu pertama meninggal ketika aku berumur kurang lebih dua tahun. Konon kabarnya ketika adikku yang bungsu berumur seminggu. Serangan jantung begitulah cerita yang aku dengar. Tetapi yang lebih takjub cerita yang pernah aku dengar adalah ibu meninggal karena diteluh atau guna-guna. Konon lagi nih yang melakukan masih saudara dan sekarang sudah meninggal, entahlah aku sendiri lupa karena masalah apa. Aku juga tidak memusingkan berita yang baru saja aku dengar beberapa tahun tahun belakangan. Katanya tidak mau diceritakan ketika orang itu masih hidup, takutnya kami anak-anak ibu akan membenci orang tersebut. Seandainya masih hidup, memangnya kami bisa apa? Meneluhnya juga? Hahaha saingan sama mbah dukun dong. Tidak perlu membenci orang tersebut, konon hidupnya juga nggak bahagia. Lupakan saja. Skip.

Aku mengenal ibu pertama hanya dari cerita keluarga dan orang-orang. Kata mereka ibu cantik dan baik. Aku sendiri baru melihat photo ibu setelah tamat kuliah mungkin. Dulu pernah waktu kecil melihat photo ibu di rumah saudara jauh. Ketika ibu meninggal Bapak melenyapkan semua photo-photo ibu dari rumah karena kesedihannya. Ibu menurut saudara-saudaraku orang yang ulet dan tegas. Ibu pertama dalam benakku tidak sedikitpun ada bayangan. Bahkan menurut cerita yang aku dengar, aku tetap bermain dengan riang ketika ibu pertama meninggal. Apa yang ada di pikiran seorang anak kecil yang belum genap berumur dua tahun? Ketika melihat photo ibu pertama, aku melihat mata ibu begitu tajam, tegas tetapi cantik dan penuh kasih.

Ibu kedua adalah adik ibu yang menikah dengan Bapak setelah kepergian ibu pertama. Seorang gadis yang belum tamat sekolah dasar, yang perbedaan umur dengan kakakku tertua mungkin hanya beberapa tahun saja. Dia tidak melahirkanku, tetapi orang yang membesarkanku, adik dan kakak-kakakku. Pernah membayangkan seorang gadis yang mungkin masih punya mimpi tentang masa depannya, tiba-tiba masa depan itu harus pupus karena menikahi seorang duda beranak enam. Dulu ketika aku masih kecil, tidak penah terpikir apa yang membuat ibu kedua ini bersikap tidak seperti ibu-ibu lainnya.

Hey! Jangan membayangkan kisah ibu tiri yang kejam lho ya. Ibu kedua tidak seperti itu. Tetapi memang ada jarak antara kami. Seperti ada rasa yang tidak bisa menyatu. Tetapi kami tetap menghormatinya, walau terkadang ketika kami masih kecil dan remaja ada gelombang kecil, sedang dan sesekali besar yang terjadi antara kami.

Ibu kedua, dia dengan dunianya, kami dengan dunia kami. Kesannya dunia lain gitu ya :p. Tidak ada pelukan manja, tidak ada panggilan sayang, tidak ada curhat-curhatan. Tetapi jangan dibayangkan sepanjang hidup kami tidak pernah mengobrol satu sama lain. Kami tetap berkomunikasi. Kadangkala bercanda juga, terkadang :). Tetapi mungkin kami tidak bisa saling terbuka.

Sewaktu aku masih kecil dan remaja seringkali aku “protes” dengan keadaan tersebut. Kenapa dia tidak bisa menjadi ibu seperti ibu teman-temanku? Setelah dewasa aku baru memahami kondisi yang terjadi di kehidupan kami. Tidak ada yang sempurna. Apapun yang terjadi di masa lalu, setidaknya satu hal yang paling aku pribadi syukuri adalah, kami masih punya keluarga. Kami tidak terpisah satu sama lain ketika masih kecil. Bayangkan jika Bapak menikah dengan wanita yang bukan dari pihak keluarga ibu pertama, hal yang paling buruk adalah kami mungkin akan ditinggalkan. Perempuan mana yang mudah menerima enam orang anak yang masih kecil. Ibu kedua pun  masih dalam proses menjadi seorang remaja. Sangat tidak mudah melakoninya.

Ketika masih kecil dan remaja hal yang seringkali aku pertanyakan  kenapa ibu yang melahirkanku harus meninggal secepat itu? Sehingga Bapak harus menikah dengan ibu kedua. Sehinga aku merasa kehidupanku tidak normal seperti keluarga lainnya. Come on Dee! Lebih beruntung mana kamu dengan anak-anak yang tidak pernah mengenal orang tua mereka sendiri. Anak-anak di panti asuhan yang hidup tanpa tahu siapa sanak saudaranya. Anak-anak yang terlantar, bahkan yang dieksploitasi orang tuanya.


Yah, bersyukur. Itu kata yang paling tepat. Bahkan aku harusnya sangat bersyukur mempunyai ibu yang melahirkan dan ibu yang membesarkanku. Walaupun aku tidak bisa mengenal ibu pertama bahkan tidak pernah merasakan kasih sayangnya. Dan dengan ibu kedua yang sepertinya ada batas antara kami. Yang aku tahu mereka pasti menyayangi aku, dan saudara-saudaraku. Ibu pertama walaupun hanya sebentar kami bersama, aku tahu cintanya kepada kami sangat besar. Ibu kedua, walaupun kami tidak bisa saling mengutarakan rasa sayang, jauh dilubuk hatinya dia pasti juga menyayangi kami. Bahkan jika tidak menikah dengan Bapak pun, dia tetaplah tante kami. Tidak semua orang kan bisa mengekspresikan apa yang ada dalam hatinya. Mungkin begitu adanya dengan kami, saling menyayangi dengan cara begini.

Terima kasih buat ibu-ibuku. Terima kasih sudah melahirkan aku. Walaupun hanya sebentar dirimu bersama kami, kau selalu ada di hati kami. Selalu ada dalam doa-doa kami. Semoga kau tenang di dalam tidur panjangmu. Terima kasih sudah mengasuh dan membesarkan kami, maafkan jika kami terkadang membuat hari-harimu tidak nyaman. Terima kasih atas pengorbananmu untuk kami. Terima kasih ibu-ibuku…

*********************************************************************************

Finally,  satu tema dari kacrut menulis mengisi kekosongan blog ini :), saat tulisan-tulisanku yang lain masih nongkrong dengan manisnya didraft. Ayo Dee, jangan malas ^_^

Dee

Sumber gambar : Google