“Bukan maaf yang aku ingin dengarkan saat
ini…”
“Oke, aku akui perasaan ini. Aku sayang
sama kamu. Tapi aku nggak bisa menyakiti perasaannya dia.”
“Ohhh gitu? Jadi kamu bisa dan boleh
menyakiti perasaanku?”
“Rania, bukan itu maksudku. Maafkan aku,
aku salah. Aku yang salah. Aku yang brengsek.”
“Yahh, kamu sangat-sangat brengsek,
benar-benar jahat.”
“Rania, aku minta maaf…”
“Pergi..”
“Rania, aku…”
“Pergi!”
“Ran….”
“Pergilah, Dith. Aku mohon sama kamu.
Pergilah…”
Adith beranjak dalam keraguan. Sangat
ingin dia merengkuh Rania dalam pelukan untuk menenangkannya. Sekali lagi Adith
menoleh, memandangi Rania yang tertunduk menahan tangis. Dia sengaja hari ini
datang ke rumah Rania, untuk menjelaskan semua perasaan dan keputusannya. Sungguh
dia menyesal telah menyakiti Rania. Namun dia harus memilih. Memilih untuk
tidak memilih Rania.
*****
“Sumpah? Seriusan? Gila, asli ini gila.”
Putri menatap Rania seakan tidak percaya
dengan apa yang didengarnya. Tadi pagi-pagi sekitar jam tujuh, Rania sudah
muncul di rumahnya dengan wajah sembab. Putri hanya bisa bengong dan bertanya-tanya
dalam hati, melihat tampang sahabatnya itu. Rania datang-datang langsung masuk
ke kamar dan menangis. Sekarang dia semakin bengong mendengarkan cerita Rania.
“Maksud lu ini, Adith yang gue kenal juga
kan? Adith teman kita kan?”
Rania mengangguk dengan lemah.
“Okay, sejak kapan kejadian ini? Hebat ya
kalian bisa gitu nutupin dari gue dan teman-teman yang lain. Sekarang lu ceritain
dari awal deh, biar gue nggak nebak-nebak kayak dukun.”
Putri kaget mendengarkan cerita Rania. Rania
jauh cinta sama Adith, teman mereka sendiri. Sudah setahun ini mereka mengenal
Adith. Awalnya mereka mengenal Adith dari Randy, teman kuliah Putri dan Rania. Dan
kemudian Adith sering bertemu dan pergi bareng mereka. Tidak ada yang salah
mungkin dengan perasaaan Rania sekarang terhadap Adith. Karena sering bersama
bisa saja membuat perasaan menjadi berubah. Apalagi dari cerita Rania, ini
bukanlah cinta sepihak, Adith juga memiliki perasaaan yang sama. Tetapi yang
membuat Putri kaget adalah kenyataan bahwa Adith sudah memiliki pacar. Selama
ini nggak ada dari mereka dan teman-teman yang lain bahkan Randy pun, yang tahu
status Adith. Karena memang Adith tidak pernah menceritakan masalah pribadinya
kepada mereka. Jadi apa maksud dia membuat Rania berharap lebih? Dan sekarang Rania
membuat seolah-olah menjadi orang ketiga dalam hubungan tersebut.
“Lu emang nggak nanya sama dia?”
“Nanya apa?”
“Ya dia udah punya pacar atau belum,
karena dia kan juga nggak pernah bahas pacarnya kalo kumpul atau ngobrol sama
kita-kita.”
“Gue udah nanya Put, dia jawab nggak
punya.”
“Nggak nyangka lho gue, Adith bisa-bisanya
berbuat gini, sama teman sendiri juga. Trus sekarang setelah kalian main
perasaan kayak gini, dia pergi aja gitu?”
“Ya katanya dia nggak enak sama
pacarnya.”
“What?
Trus dia enak aja nyakitin perasaan lu?”
“Mungkin karena gue orang ketiga, yang
datang belakangan, jadi dia ngerasa pantas buat nyakitin gue.”
“Lu orang ketiga? Dia yang membuat lu
menjadi orang ketiga, yang secara nggak langsung mengijinkan lu buat masuk ke
dalam kehidupan pribadinya lebih jauh lagi. Nggak habis pikir gue, apa yang
membuat dia membiarkan lu terbawa perasaan, begitu juga dengan dia sendiri.
Trus sekarang, saat kalian menyadari perasaan masing-masing, dia seperti
membawa bom waktu dengan mengatakan, hai! gue sudah punya pacar lho. Kemarin-kemarin
pacarnya dikemanain?”
Rania memaklumi kemarahan Putri. Dia pun
sebenarnya sangat marah, marah pada dirinya sendiri dan keadaan. Awalnya
hubungan dengan Adith biasa saja, tidak ada yang istimewa. Sering pergi bareng atau
sekedar ngopi di kafe. Memang sebelumnya mereka tidak pernah pergi berdua,
pasti selalu bersama teman yang lainnya. Sampai akhirnya dua bulan yang lalu
Adith mulai sering mengajaknya mengobrol berdua, chatting di Whatsapp. Beberapa kali pergi nonton
berdua dan sekedar ngopi di kafe berdua. Dan perhatian Adith yang lebih dari
biasanya, membuat Rania mulai merasakan perasaan yang lain terhadap Adith.
Pada awalnya Rania merasa dia terjebak friendzone, karena intensnya komunikasi
dan beberapa kali mereka pergi berdua. Rania berusaha untuk mengendalikan
perasaannya, karena dia tidak mau pada akhirnya menjadi tersakiti oleh perasaannya
sendiri. Namun, perasaan yang semakin hari semakin kuat membuat Rania terusik untuk
bertanya pada Adith tentang statusnya. Tidak hanya sekali atau dua kali dia
bertanya. Dan Adih menjawab masih sendiri, belum punya pacar. Sejak saat itu
Rania mulai menumbuhkan pengharapan lain di hatinya. Dia menginginkan Adith
juga mempunyai rasa yang sama. Rania kemudian terhanyut oleh perasaannya, namun
kemudian pada akhirnya dia harus terhempas oleh rasa itu sendiri.
Di saat Rania merasa semakin yakin dengan
perasaannya, tiba-tiba Adith memberikan pukulan yang telak. Dia mengatakan
kalau sudah punya pacar. Jadi selama ini dia sudah berharap pada kekasih orang
lain? Semula Rania tidak percaya dengan apa yang dikatakan Adith. Dia masih
berharap itu sebuah lelucon. Namun itu adalah kebenaran. Adalah kenyatan. Dan
Adith sepertinya tidak memberikan jeda waktu bagi Rania untuk bernafas. Setelah
menjelaskan statusnya, Adith kemudian seperti menghindar. Bahkan di Whatsapp grup pun dia seperti
menghilang. Komunikasi mereka menjadi dingin. Rania benar-benar tidak habis
fikir, dengan apa yang terjadi. Apa salahnya?
“Apa mungkin, kemaren itu dia lagi
berantem sama pacarnya?” Ucapan Putri mengusik lamunan Rania.
“Gue juga nggak ngerti, orang dia bilang
nggak punya. Lu sama teman yang lain kan juga pernah nanya. Bahkan gue nanya
berkali-kali sama dia. Andai dia bilang punya, gue nggak akan berharap lebih
sama dia Put. Gue akan bisa mengendalikan perasaan yang terlanjur tumbuh di
hati gue.”
“Ini nih, terkadang orang ketiga itu
datang bukan karena salah mereka, tetapi karena ketidaktahuan, dibohongi. Dan
ketika tahu, sudah terlanjur cinta pake banget. Akhirnya bersedia menjadi orang
ketiga. Iya kalau lagi pacaran bisa putus, kalau udah nikah? Panjang kan
urusannya. By the way lu belum sampai
jatuh cinta mampus juga kan ama dia?”
“Ya belum sih. Tapi tetaplah nyesek Put
diginiin.”
“Pastilah, gue ngerti perasaan lu. Apa
perlu gue tanya ama si Adith?”
“Ihhh, janganlah. Gue nggak mau masalah
semakin runyam. Gue juga nggak mau teman-teman yang lain juga pada tahu.
Lagipula gue juga udah nggak mau memperpanjang urusan ama dia. Paling nggak gue
tahu kalau gue nggak baper. Dia udah
ngakuin juga perasaannya. Meski sakit, gue harus bisa bersikap normal lagi sama
dia. Karena toh gue ama dia bakal sering ketemu juga nantinya. Apalagi kalau lagi
pada ngumpul.”
“Iya kalau dia masih mau ngumpul,” ujar
Putri.
“Gue nggak mau pertemanan jadi hancur
juga, meski gue tahu buat kembali normal akan sangat susah.”
“Ya
udah, lu tidur sana. Gue yakin semalaman lu nggak tidur.”
Rania tanpa menyahut menarik selimut.
Memejamkan matanya. Berusaha menahan airmatanya. Putri memandangi Rania yang
memunggunginya. Menatapnya iba. Dia sangat mengerti, walaupun terlihat berusaha
tegar. Putri tahu saat ini Rania merindukan Adith.
*****
Adith menatap layar handphone-nya. Membuka
aplikasi WA-nya. Mencari nama Rania
di sana. Adith menghela nafas. Sudah lama rasanya dia menghindari Rania. Ahhh,
ingin sekali dia menayakan kabar Rania. Kabar? Masih pantas kah dia menanyakan
itu pada Rania? Setelah apa yang dia perbuat pada Rania. Dia menyesal, sangat
menyesal telah menyakiti Rania. Sungguh tidak ada niat di hatinya menyakiti
Rania. Dia juga tidak habis pikir dengan dirinya sendiri, kenapa dia bisa
membuat Rania jatuh hati kepadanya. Terlebih lagi mengingkari keberadaan Tya,
kekasihnya.
Tidak banyak temannya yang tahu status
hubungannya dengan Tya. Karena memang, dia resmi menjalin hubungan dengan Tya,
sebulan sebelum hubungannya dengan Rania menjadi lebih intens. Ketika Rania
bertanya tentang statusnya, Adith tidak bermaksud untuk berbohong. Dia menjawab
belum, karena saaat itu dia memang belum berniat membagi masalah pribadinya
dengan Rania. Namun yang terjadi adalah ada perasaan yang lain berkembang di
hatinya. Dan dia membiarkan semua itu, serta membuat Rania ikut hanyut.
Sampai di satu titik dia tersadar, harus
menentukan sikap. Menghentikan semua perasaannya terhadap Rania. Adith sadar
akan keegoisannya. Tetapi dia tidak ingin semakin terbawa perasaaan. Karena
pada akhirnya dia harus tetap membuat pilihan. Awalnya Adith memilih untuk menghindari
Rania. Adith tahu itu tindakan pengecut dan picik. Dia membiarkan Rania
bertanya-tanya atas sikapnya. Dia juga menjauh dari teman-teman yang lain.
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak bertemu Rania.
Tetapi Adith tidak bisa tenang. Karena
Rania terus mempertanyakan sikapnya. Sampai akhirnya dia mendatangi Rania untuk
menjeaskan semuanya. Sungguh saat itu dia tidak sanggup untuk melihat kepedihan
di mata Rania. Dia harus menyakiti perempuan yang disayanginya. Kenapa dia bisa
menyayangi dua perempuan sekligus dalam waktu yang bersamaan? Sebegitu jahatkah
dia, sebegitu egoisnya?
Sebulan setelah kejadian itu, Adith belum
mampu untuk bertemu Rania. Meskipun dipesan terakhirnya Rania mengatakan, dia
sudah memaafkan Adith. Dan Rania akan berusaha untuk bersikap normal ketika
mereka bertemu nanti. Penyesalan masih bersarang di hati Adith. Dia belum bisa
bertemu muka dengan Rania. Karena ketika dia melihat Rania, dia hanya akan teringat
perbuatannya yang sangat menyakitkan. Mungkin Rania berusaha bersikap biasadan
memaafkannya, tetapi sikap itulah yang membuat Adith semakin terpuruk dalam
penyesalan.
Perlahan Adith menulis pesan untuk Rania.
Namun pesan itu tidak pernah terkirimkan. Adith masih menunggu waktu yang
tepat. Entah sampai kapan.
Apa
kabarmu Rania…
*****
I’ll always be waiting for you,
So you know how much I need you,
But you never even see me, do you?
And is this my final chance of getting you?
(Shiver - Coldplay)
*****
Dee