Teruntuk: Kamu yang pernah singgah di hati...

Apakabarmu? Ahhh pertanyaan bodoh. Aku seperti mengais kembali tumpukan masa lalu. Mencari secuil kenangan yang mungkin masih tersisa. Mengorek-ngorek kembali luka yang telah kering. Membuka lembaran cerita lama yang telah usai. Usai? Benarkah cerita itu telah usai? Sepertinya masih ada yang tertinggal. Aku menghela nafas. Terasa sesak. Harus ada yang aku selesaikan…

Kau tahu, ketika kau memilih untuk pergi, aku sangat kehilangan. Mencarimu di setiap sudut kenangan. Menunggumu dalam keheningan. Dengan setia menunggu kabarmu. Menatap layar handphoneku dengan harap, kau kembali menyapaku. Seperti biasa yang kau yang lakukan. Harapan itu terus aku pupuk. Aku lupa akan  kenyataan. Kau benar-benar telah memilih untuk pergi…

Aku tidak pernah menceritakan tentang dirimu pada siapapun. Baik ketika aku mengenalmu, saat bersamamu, dan bahkan  saat kau pergi.  Aku memendamnya sendiri. Aku tenggelam dalam dunia baru tentangmu. Bersamamu aku merasa sangat bahagia. Sampai saatnya kau pergi tanpa kata. Begitu saja. Dunia yang ku bangun runtuh seketika. Tetapi aku tetap menyimpannya dalam diam. Menangisimu dalam sunyi…

Ada saat dimana aku ingin mencarimu, hanya sekedar ingin tahu jawaban atas tanyaku. Kenapa kau pergi? Tidak bisa kah kau mencari alasannya. Bahkan andai kata mengada-ada sekalipun. Akan lebih baik sepertinya.  Sehingga aku tidak menyalahkan diriku sendiri berlarut-larut. Aku sibuk dengan pikiran bahwa kau pergi karena kesalahanku. Kau pergi karena sudah tidak menginginkanku. Tetapi kenapa? Aku hanya butuh jawabmu...

Mereka yang membaca ini, mungkin menganggap aku terlalu berlebihan. Ya aku yang memang terlalu berlebihan. Berlebihan mempercayai setiap  janji  dan kata-katamu. Berlebihan mencintaimu melebihi diriku sendiri. Berlebihan menganggapmu akan memenuhi semua rencana yang kita impikan. Bahkan di saat aku aku mengetahui sulit untuk kita bersama. Aku tidak perduli. Aku tetap menganggap cintamu adalah kesempurnaan....

Sampai di masa aku tertegun. Sampai kapan aku harus menjalani kehidupan seperti ini. Menunggu tanpa kepastian. Menganggapmu adalah segalanya adalah kesalahan. Sungguh sebuah kesalahan. Aku juga tidak mengerti apa yang membuatku tersadar. Sepertinya lelahku menunggu membuat aku menyadarinya. Betapa aku telah tidak adil dengan diriku sendiri selama ini. Teramat sangat...

Siapa dirimu, yang membuatku lebih menghargai sapaan selamat pagimu, daripada mentari pagi yang masih selalu bersinar. Siapa dirimu, yang kuanggap sempurna padahal kau manusia biasa. Siapa dirimu, sehingga aku begitu menganggap kau adalah segalanya, padahal kau bukan siapa-siapa. Siapa dirimu, yang membuatku merasa dunia akan runtuh, padahal kiamat pun belum tiba. Siapa dirimu, yang membuatku lebih percaya kita akan bersama selamanya, padahal masih ada Tuhan di atas sana...

Aku tersadar, pecuma menunggu dan menantimu. Bahkan jawaban atas pergimu pun sudah tidak aku hiraukan. Setelah berapa lama aku baru tersadar. Kau pergi dengan diam, aku pun akan pergi dalam diam. Ahhh, inilah yang aku bilang masih ada yang belum selesai. Aku selesai denganmu tetapi tidak dengan diriku sendiri. Pergimu sudah kurelakan. Tetapi pergimu meninggalkan luka yang membuatku tidak pernah bisa mempercayai lagi bahwa cinta itu ada...

Aku menutup diri untuk semua cinta, menutup semua ruang di hatiku. Tanpa sisa. Aku menganggap  semuanya hanya akan sama, berakhir dengan luka. Semua akan pergi tanpa kata, seperti dirimu. Tidak pernah akan kubuka lagi pintu hati ini. Jikalau rasa sakit itu hanya akan sama saja. Untuk apa mencoba sesuatu yang sudah jelas akhirnya? Ternyata aku belum sepenuhnya kembali...

Tujuh tahun sudah kuhabiskan hanya untuk memeluk masa lalu itu. Tetap memilih hanya mempunyai kenangan tentangmu. Erat. Tidak mau melepaskannya. Aku terbuai karenanya. Enggan untuk beranjak pergi. Sehingga aku pun mengunci rapat pintu hatiku untuk membuat kenangan yang lain. Ini hanya membuatku sepertinya tidak tergantikan. Hanya tentangmu dan tentangmu...

Namun benar adanya, waktulah yang akhirnya menyembuhkan lukaku. Sekarang baru aku sadari, terlalu lama waktu yang kubutuhkan untuk itu. Tetapi harus kah  aku menyalahkan waktu dan diri sendiri. Tidak. Cukup sudah waktu yang terbuang dengan menangisimu dan menyesali diri selama ini. Aku mencukupkannya dan memberanikan diri menulis ini. Terima kasih untuk semua yang pernah terjadi. Semoga kebahagiaan menyertai kehidupan kita masing-masing. Saatnya nanti jikalau kita berjumpa, marilah kita saling menyapa seperti layaknya teman biasa...

Dari: Aku yang pernah tersakiti...

**********************************************

Tema dari The Jones kali ini seperti nantangin ya ahahaha. Patah hati. Berat? Biasa saja sih temanya. Tema ini sudah makanan biasa. Asekkk, patah hati terus nih mbak ahahaha.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, patah hati adalah kecewa karena putus percintaaan, kecewa karena harapannya gagal. Secara teori yang namanya jatuh cinta akan dipastikan berakhir dengan perpisahan. Entah itu karena sudah tidak sejalan, ketidakcocokan, atau kepengecutan salah satu pihak atau bahkan terpisah ruang dan waktu. Tidak ada yang abadi. Semua pasti ada akhirnya. Ini secara teori, tetapi pada kenyataannya kita akan lebih siap untuk jatuh cinta tetapi sangat tidak siap untuk sebuah perpisahan. Baik itu perpisahan secara baik-baik, apalagi perpisahan dengan cara yang tidak baik. Dalam konteks selanjutnya mungkin yang akan aku bahas adalah patah hati karena salah satu pihak pergi, tanpa penjelasan apa-apa.

Yang namanya jatuh cinta, itu sudah sepaket dengan namanya yang patah hati. Namun paketnya ini berbeda-beda kemasannya. Dan cara masing-masing orang juga berbeda untuk menyingkapinya. Ada yang bisa dengan cepat menata hatinya kembali, tetapi ada juga yang butuh waktu lama untuk kembali merasa biasa. Entahlah penyebabnya apa. Apa mungkin salah satunya adalah cara pandang terhadap cinta itu sendiri. Terlalu menempatkan seluruh harapannya pada seseorang.

Merasa dia adalah segalanya, padahal dia adalah orang asing yang baru kita temui dalam hidup kita. Sehingga ini lah yang menyebabkan kenapa perpisahan menjadi menyakitkan. Dia terlalu berarti, dia adalah nafasku, dia adalah duniaku. Bagaimana dengan dirimu sendiri, apakah tidak berarti? Nafas? Ingat yang memberikanmu nafas itu Tuhan. Dunia nyatamu adalah yang masih berputar, bukan dunia yang kau ciptakan sendiri. Namun sama dengan halnya orang yang sedang jatuh cinta, mungkin juga sulit untuk memberikan nasehat pada mereka yang sedang patah hati. Karena yang merasakan adalah mereka.

Tidak ada yang salah dengan patah hati. Tetapi kelamaan menikmati patah hati bahkan sampai tidak mau jatuh cinta lagi adalah kesalahan. Hidup terlalu singkat kalau hanya diisi meratapi kepergian orang yang memang bukan jodohmu. Itulah harusnya pemikiran yang ada di pemilik hati yang sedang patah. Namun seperti yang tadi dikatakan, bahwa cara kita menyikapinya ya tergantung diri sendiri. Karena tidak akan ada yang bisa menyembuhkan patah hati kalau bukan dari diri sendiri.

Mungkin ada yang berkata, bicara sangat mudah. Ya memang benar, tetapi aku pernah pada posisi dimana terlalu lama menikmati rasa sakit itu. Sulit untuk meyakinkan diri sendiri, sulit untuk membuka diri. Apakah menyenangkan tentu saja tidak. Membuat diri tertutup, tidak pernah mau mencoba membuka hati, dan bahkan “menyalahkan” Tuhan atas apa yang terjadi. Menuding keadaaan, padahal diri sendirilah yang tidak mau berubah. Takut untuk melangkah dan mungkin akan merasakan kembali jatuh dalam kondisi yang sama. Kalau tidak ingin jatuh, duduklah dalam diam, menunggu kematian.

Buat para hati yang sedang tersakiti, sudahi sakit itu. Memang butuh waktu tetapi jangan terlalu berlarut-larut. Dia memilih pergi artinya dia bukan  jodohmu. Berharap suatu saat dia akan datang kembali? Yakin kah dia adalah orang yang dulu kau kenal? Berikan kesempatan pada dirimu sendiri untuk berbahagia. Jangan biarkan jodohmu terlalu lama menunggumu membuka hati.

Bagi para pencipta patah hati, satu pesan untukmu. Ketika rasa berubah, ketika cinta lenyap sudah, atau alasan lain yang entahlah, janganlah pergi begitu saja. Ucapkan selamat tinggal, walaupun itu akan terdengar menyakitkan. Tetapi akan lebih baik, daripada kau pergi begitu saja. Tanpa kata…



Dee