Pantai Senggigi
Pagi Lombok! 

Semua semangat untuk bangun pagi. Kita akan bertemu peserta lain dan juga TL kita sekitar pukul 10.00 WITA. Selesai mandi dan beres-beres, kita dikasih sarapan sama staf penginapan. Entahlah namanya apa, pancake ala-ala, alakadarnya :p. Tetapi maaf rasanya nggak jelas. Jadinya dimakan secuil doang. Karena masih lama kumpulnya, kita pun bermaksud menghabiskan waktu di Senggigi lagi. Sebelum sampai di Senggigi kita sempatkan sarapan kembali, di warung dekat penginapan :p. Suasana Senggigi pagi ini cukup ramai, banyak turis luar dan lokal yang hendak menyebrang ke Bali. Jadilah kita mengamati orang yang lalu lalang dan tentunya ajang narsis. Ketika lagi serunya bernarsis ria, TL kita telpon mengabari akan menjemput kita. Oke, sepertinya petualangan akan segera dimulai.  

Narsis dulu sebelum berlayar
Bertemu juga dengan yang namanya Erlangga Bule Pragolo, yang selama ini sebelum keberangkatan hanya komunikasi via WA atau telpon. Mari kita bahas sedikit TL kita ini. Jangan bayangin dia itu ada bule-bulenya, jauhhhh ahahaha. Orangnya unik, absurd, dan kalau dia ngomong musti didengerin dengan jelas maksud dan tujuan dia ngomong. Intinya, jangan serius mendengarkannya hahaha.

Kita dikumpulkan di semacam kantor travel gitu deh. Dari pukul sepuluh mau berangkat katanya, akhirnya pukul satu-an baru berangkat. Sampai kita musti menyusuri Lombok untuk mencari sesuap nasi buat makan siang. Nemu rumah makan Padang. Jauh-jauh ke Lombok, makannya Padang juga ckckckck. Sekedar info, biar ini selalu diingat, si Gita nggak ikutan kita makan, karena lagi kencan, janjian terselubung sama abang-abang Lombok ahahaha.

Setelah kembali dari makan siang, kita bertemu dengan empat orang lagi anggota rombongan. Perkenalkan mereka, Titik (orang Bogor), Ilham (orang Jambi), Adit (orang-orangan sawah, ehhh orang Jawa menetap di Jakarta :p), dan Jerry (orang Medan yang menetap di Jakarta juga). Seiring perjalanan nanti kalian akan mengetahui “keajaiban” rombongan ini. Pertama kenalan, kesan terhadap mereka “biasa” aja. Nggak ada yang aneh juga. Hanya si Ilham yang terlihat “rada-rada”, entah norak atau emang di Jambi nggak pernah ketemu bule cantik, dia pengen photo, tapi diam-diam. Gaya-gaya candid gitu *cuihhh :p*, heboh banget berdua si Adit. Aditnya nggak berani, takut ditabokin bapaknya tuh cewek. Jadinya lah aku yang photoin. Tinggal pura-pura megang hp doang padahal. Photo deh, nggak pake ribut. Kalau ribut ya ketahuan lah. Ckckck sepertinya nggak TL, nggak pesertanya pada absurd ahahaha.

Sekitar pukul satu, rombongan kita dikasih pengarahan dan dipersilahkan naik ke bus yang akan mengantar kita ke Pelabuhan Labuhan. Jangan disangka bus akan langsung ke Labuhan. Muter-muter dulu keliling kota :p. Muter-muter dulu ngambil amunisi buat makanan. Mulai ayam, sayur, dan entah apalagi. Oh iya, rombongan kami gabung dengan beberapa orang bule. Jadi nantinya kami akan satu kapal dengan mereka. Ada sekitar dua puluh sampai dua puluh lima orang. Ada yang pergi sama orang tuanya, teman, pacar dan bahkan ada yang sendirian. Salah satunya ada cewek Rusia yang solo traveling, sebangku dengan Adit. Akrab banget deh mereka ahahaha.

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam, rombongan akhirnya sampai di Labuhan. Huft perjalanan panjang di laut akan dimulai. Sewaktu naik kapal, semua tas diletakkan di ruangan di lambung kapal. Biar lega kali ya. Buat keamanan juga, kalau nyemplung ke laut kan berabe. Rombongan kita naik ke lantai dua. Berkumpul di samping kiri ruangan nahkoda. Kapal ini ada dua tingkat. Di lantai bawah ada ruangan/dek luas yang nantinya digunkan untuk tempat tidur, dan juga makan. Dibagian tengah ada ruang tempat penyimpanan matras dan selimut. Di belakang ada dua kamar mandi, dan dapur. Sedangkan lantai atas ruangan nahkoda, satu kamar yang bagus, ada tempat tidurnya, dan ruangan/dek luas yang juga bisa untuk tidur. Listrik di kapal akan dinyalakan pukul enam sore dan dimatikan pukul enam pagi. Jadi jangan takut mati gaya HPnya akan kehabisan daya. Cuma sinyal yang terkadang ada dan tiada :p.

Yihaaa, mari berlayar!
Kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan. Perjalanan akan di mulai menuju Pulau Moyo. Yihaaaa, mari kita berlayar, mengarungi samudra. Seiring kapal bergerak menjauh dari pelabuhan, senja mulai turun. Tampak Rinjani perlahan tertutup awan. Matahari mulai terbenam. Indah, sempurna. Air laut cukup tenang. Semoga laut bersahabat dengan kami.

Senja mengiringi awal perjalanan kami, indah!

Malam mulai datang. Sepanjang mata memandang hanya gelap, dan sesekali lampu kapal lain terlihat. Awak kapal meminta kami untuk menempati ruangan di lantai bawah, yang dipergunakan untuk penyimpanan matras. Kami akan lebih nyaman tidur di sana karena ada dinding yang menghalangi angin laut. Kami dengan senang hati menempati kamar tersebut. Daripada tidur di dek kapal, yang akan menjadi tempat tidur para bule nantinya. Kamar yang cukup bagus di belakang ruangan kemudi nahkoda, ditempati sepasang bule yang sepertinya sedang bulan madu. Uhuy ahahahah.

Sekitar pukul enam, pawa awak kapal, memanggil kita untuk makan malam. Menunya lupa, tetapi menu tetap adalah tempe dan sayur kol. Sepertinya malam pertama ini kami disuguhi ikan. Makannya rame-rame, bareng sama para bule juga. Makan di atas kapal, dan kapal terus bergerak menembus malam ahahaha. Seru, pengalaman yang tidak terlupakan pastinya.

Mari makan!

Sehabis makan malam, kami duduk-duduk sebentar menikmati malam. Sesaat mata mulai mengantuk. Entah karena angin malam, atau karena bingung juga mau ngapain. Duduk di luar angin semakin kencang. Kami pun pindah ke kamar, bersiap-siap untuk tidur.

Malam, semoga besok kita bertemu daratan :D




Dee



Annyeong my blog! Maafkan pemilikmu yang sangat pemalas ini. Ini pun harus “dipaksa” dulu nulis nih. Tantangan menulis bersama Rasa Pikir (Iwid) dan Princess Gita! Dulu juga pernah dapat “tugas” tantangan menulis bersama Kacrut Menulis, tapi kemudian para penulisnya sepertinya raib seiring berjalannya waktu ahahahaha.
Dan tema pertama untuk tantangan menulis ini adalah JODOH. Iya jodoh. Temanya berat nian kakak. Siapa sih nih yang milih tema *ditimpuk Iwid dan Gita. Baiklah dari pada mengeluh nggak dapat-dapat jodoh, ehhh nggak nulis-nulis, mari mulai!
*************
Jodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang cocok menjadi suami atau istri, pasangan hidup; sesuatu yang cocok sehingga menjadi sepasang.
Kalau Mario Teguh mengatakan, jodoh itu bisa ada dua sudut pandang;
Yang pertama, jodoh itu ada di tangan Tuhan, lalu kita yang minta dan memantaskan diri untuk menerima yang terbaik, atau yang kedua, jodoh itu ada di tanganmu, engkau yang memilih, dan Tuhan yang menyetujui.
Nah kalau katanya Anang Hermansyah, jodohku maunya dirimu, satu cinta hingga ajal memisah, aku dan kamu satu, saling mencinta.
Afgan sih bilangnya jika aku bukan jalanmu, ku berhenti mengharapkanmu, jika aku memang tercipta untukmu, ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu.
Versinya Abay Motivasinger *jangan tanya siapa dia, nemunya di Google nyahaha, jodoh dunia akhirat, namamu rahasia, tapi kau ada di masa depanku.
Lain lagi  katanya si Raffi Ahmad, Johan – Jodoh ditangan Tuhan, cinta bisakah jadi mudah, kau berkelana apa ku harus diam, bar saja kita jalani masing-masing, jodoh di tangan Tuhan, biar saja.
Sepertinya harus menuliskan pendapat Tere Liye tentang jodoh. Jodoh itu rahasia Allah, Sekuat apa kita setia, selama apa kita menunggu, sekeras apa kita bersabar, sejujur apa kita menerima kekasih kita, jika Allah tidak menulis jodoh kita dengan kekasih kita, kita tetap tidak akan bersamanya, think positive dan terimalah takdir-Nya. Karna tulang rusuk dan pemiliknya takkan pernah tertukar dan akan bertemu pada saatnya.
Lalu apa jodoh menurut seorang Deesan? Jodoh itu harus melewati lika liku yang panjang dan terkadang melelahkan, jodoh itu teka teki yang sulit dijawab, jodoh itu menjawab tanya “kapan?”, jodoh itu saah satu ujian kesabaran yang terberat dan jodoh itu “kesempatan lain”.
Apakah pendapatku terbaca sepertinya “menyedihkan’? Bisa iya, bisa juga tidak. Itulah hidup, semua itu relatif. Setiap orang mempunyai sudut pandang yang berbeda. Setiap orang melewati kehidupan yang berbeda. Sehingga muncul persepsi masing-masing. Contohnya, tergores pisau bisa jadi bagi si A biasa saja, namun bagi si B bisa jadi luar biasa. Dalam hidup, kita tidak pernah tahu pasti setiap orang mengalami “goresan” seperti apa. Karena ada orang yang bisa dengan terbuka membicarakan goresan-goresan dalam hidupnya, ada orang memilih diam, menikmati setiap goresan itu sendiri.
Jodoh itu harus melewati lika liku yang panjang dan terkadang melelahkan. Ada orang yang bisa terlihat mudah sekali jodohnya, bahkan ada yang berkali-kali terlihat begitu cepat menemukan jodohnya. Namun ada juga yang terlihat sulit bertemu dengan jodohnya. Itulah jalan hidup masing-masing orang, kita tidak pernah tahu di masa mana kita akan bertemu dengan sang ‘jodoh”. Yang terlihat mudah, belum tentu melewati masa sulit juga bukan? Dan yang terlihat sulit, belum tentu juga dia tidak bahagia dengan kehidupannya. Orang yang masih sendiri belum tentu dia tidak bahagia, seperti halnya mereka yang sudah bertemu jodohnya belum tentu juga bahagia.
Bagi aku sendiri, bukan hal yang mudah melewati fase “jodoh”. Dan sampai sekarang belum melewati fase itu. Banyak hal yang telah terjadi. Dan bahkan ada hal yang “perlu” disesali. Akan tetapi apakah berguna? Tentu tidak, namun terkadang sulit untuk merubah kata penyesalan menjadi kata bijaksana “jadikan itu pelajaran”. Yang sudah kita lewati memang seharusnya kita jadikan sebuah kenangan dan pelajaran. Dan untuk mencapai level itu bukan hal yang gampang.
Jodoh itu teka-teki yang sulit dipecahkan dan dijawab. Sama halnya umur dan rezeki, semua adalah misteri. Umur sudah pasti ada “batas” yang ditentukan. Rezeki selain “takdir” sebagai penentu, juga ada usaha dan upaya yang harus dilakukan. Jodoh, juga sudah ada “jatahnya”. Untuk bertemu sang jodoh, setiap orang mempunyai takdir masing-masing. Usaha dan upaya juga sepertinya berperan. Dan itu tentu juga berbeda cara dan jalan yang ditempuh. Jodoh itu misteri, bisa jadi dia masih belum “pantas” untuk bertemu, pernah “berpapasan” tetapi belum saatnya bersatu, atau dia sedang bersama orang lain, singgah atau nyasar di hati orang lain. Kemungkinan lain mungkin dia belum lahir? Dan banyak hal lain yang benar-benar kita tidak pernah tahu. Bahkan ada yang sudah “merasa” bertemu akhirnya harus terpisah. Siapa yang bisa menjawab teka-teki ini? Google aja yang serba tahu nggak bisa jawab.
Jodoh itu menjawab tanya “kapan?”. Ini pasti sudah pada mengerti lah ya. Petanyaan “kapan” menjadi momok bagi para jomblo terutama yang sudah “sepantasnya” menikah. Apalagi ketika lebaran tiba ahahaha. Saat para keluarga datang silih berganti, atau mengunjungi keluarga sana sini. Atau saat bertemu teman lama tidak berjumpa. Pertanyaan itu terkadang terdengar seperti “kapan mati?” ahahahaha. Mereka bertanya kapan mungkin tidak ada maksud untuk menyinggung perasaan. Mereka mungkin perduli. Namun ada kalanya perduli itu harus “pada tempatnya”. Belum lagi ditambah embel-embel, kamu sih terlalu milih-milih, makanya usaha dong, bla bla bla. Mereka sepertinya lebih tahu hidup kita, ketimbang kita sendiri. Aihhh mereka levelnya di atas Tuhan ya.
Kalau sekedar joke, saudara atau teman yang memang terbiasa kita bercanda sama mereka, itu sih masih it’s okay. Tetapi sepertinya “ganggu” banget kalau saudara yang ketemunya bisa jadi hanya setahun sekali, atau teman yang bertahun-tahun nggak ketemu. Manis banget mereka nuduh hidup kita. Akhirnya terpaksa kita “mengalah”. Karena tradisi “kapan” sudah mendarah daging. Daripada otak meleleh, muka makin berkerut, hati memanas menjawab setiap tanya, mulai lah “abaikan” mereka. Jawab saja tanya mereka dengan canda. Tetapi sesekali boleh kok jawab tanya mereka dengan balik bertanya. Kapan nikah? Nahh situ kapan cerai? Pasti kalau nggak manyun, ya ngamuk ahahaha.
Jodoh itu saah satu ujian kesabaran yang terberat. Hidup itu ujiannya banyak. Nahhh jodoh juga termasuk ujian. Yaelah ujiannya apaan sih. Tiga hal yang sudah aku sebutin di atas itu termasuk ujian. Ujian menghadapi teka teki yang penuh misteri, ujian menghadapi jalan “jodoh”yang berliku, ujian menghadapi tanya. Ujian jodoh itu pada umumnya baru akan terasa ketika sudah memasuki usia kepala tiga. Namun bagi sebagian orang melewati usia 25 tahun sudah merupakan ujian. Ketika memasuki usia kepala tiga, mulai terasa “tertekan”, panik. Dan itu bukan hanya dari “diri sendiri” namun juga lingkungan sekitar. Melihat satu persatu kerabat, teman yang sepantaran menikah dan punya anak, “kepanikan” semakin melanda. Belum lagi “tuntutan” dari keluarga, serta pertanyaan-pertanyaan yang entah berada dimana kunci jawabannya.
Namun percayalah seiring berjalannya waktu, ketika jodoh itu belum mendekat, semua akan menjadi “terbiasa”. Karena kita hidup bukan hanya perkara “jodoh”. Belum menikah bukan lah dosa. Banyak hal yang membuat orang belum bertemu jodohnya. Mau itu karena nggak bisa atau belum move on dari masa lalu, atau karena belum bertemu yang “cocok” dan begitu banyak hal lain yang sepertinya menjadi “penghalang”. Inti semuanya adalah karena belum waktunya. Mau dikejar-kejar seperti apa juga, kalau belum ya sudah belum aja sih. 
Jodoh itu kesempatan yang lain. Belum bertemu jodoh, bukan berarti meratapi hidup. Sesekali merasa “nelangsa” itu boleh. Itu menandakan kita masih manusia biasa bukan malaikat. Tetapi berkepanjangan meratapi juga bukan hal yang bijak. Belum mendapatkan jodoh, itu artinya Tuhan masih memberikan kesempatan untuk melakukan hal yang lain. Semisal kita masih bisa melakukan hobi atau kegiatan sosial atau apalah yang kita suka. “Kalau sudah menikah juga bisa kok”. Memang bisa, tetapi tidak semua orang kan punya waktu lebih atau bisa membagi waktu dengan baik?
Kita masih bisa mempergunakan waktu untuk bergaul dengan orang lain tanpa merasa terbebani “nggak enak” sama pasangan, dan melakukan hobi seperti yang aku bilang tadi. Yang punya hobi jalan-jalan ya bisa sepuasnya jalan kemanapun suka. Tetapi kan butuh duit. Emang situ nikah nggak butuh duit. Karena Tuhan itu maha adil. Setiap orang sudah diberikan prioritas masing-masing. Belum menikah, mungkin Tuhan masih memberikan waktu dan ruang untuk kita sendiri. Belum saatnya untuk berbagi. Nyenengin hati doang mbak? Emang iya, kalau bukan kita yang mencipta kebahagian sendiri, mau berharap dari orang lain? 
Kesimpulannya, setiap orang sudah "pasti" ada jodohnya. Semua hanya masalah "waktu" cepat atau lambat. Tulang rusuk dan pemiliknya tidak pernah tertukar dan bertemu pada saatnya. Tunggu saja saat itu, sambil terus "memantaskan" diri, dan tetap membahagiakan diri. Jodoh di tangan Tuhan. jodoh pasti bertemu.
 Oh iya, katanya Tere Liye juga, bisa jadi jodoh kita adalah teman sendiri atau tetangga sebelah rumah. Nah coba diliat-liat lagi temannya, baik-baikin keluarganya #ehhh ahahahaha. Namun buat aku kalau jodoh adalah tetangga sebelah rumah, salah besar deh. Sebelah kanan udah nikah, sebelah kiri rumah kosong nyahahahaha.

Dee



                (Photo dari Google)